Sabtu, 07 November 2015

PONPES ROUDHOTUL HUDA WATUSALAM

           Menghadapi era globalisasi yang tiada batas dengan segala dampak positif dan negatifnya membutuhkan filter luar biasa agar generasi muda tetap pada identitas dan karakternya sebagai bangsa yang beretika, agamis namun juga memiliki wawasan global dan moderat. Dalam hal ini dibutuhkan balancing power antara ilmu dan agama, antara teknologi dan akhlak yang tertanam pada diri generasi muda sebagai calon manusia kaffah yang membawa kemaslahatan bagi umat.
Di tengah-tengah masyarakat, pondok pesantren didirikan dengan tujuan tafaqqahu fiddin, dimana kepentingan umat diutamakan sehingga benar-benar memberikan kontribusi bagi masyarakat, baik sebagai pondasi, filter, balance, maupun pelopor bagi kemajuan itu sendiri. Itulah sebabnya sejak sejarah kemunculannya pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia mampu bertahan dari badai perubahan zaman. Bahkan pondok pesantren dianggap sebagai subkultur yang mewakili lembaga bercirikan ke-Indonesia-an.
Namun demikian mendirikan pondok pesantren tidaklah semudah yang dibayangkan. Disamping beberapa keterbatasan dan isu-isu miring yang ditujukan untuk melemahkan pondok pesantren, juga dibutuhkan proses yang panjang untuk mengembangkan dan membesarkan pondok pesantren. Dukungan dari masyarakatlah yang akan mengikis anggapan itu sekaligus membuktikan bahwa pesantren adalah model lembaga pendidikan yang sangat dibutuhkan di masyarakat seperti di zaman sekarang ini.
Selain itu, tuntutan kualitas SDM yang memiliki skill/kemampuan berstandar nasional bahkan internasional saat ini harus diperhatikan. Hal ini untuk membuktikan bahwa pondok pesantren tidak hanya melulu menghasilkan tamatan-tamatan yang ahli dalam bidang agama saja namun juga memiliki ketrampilan dan wawasan yang dapat bersaing sebagai alternatif lembaga pendidikan di masyarakat.
Cita-cita itulah yang perlu dirintis dari sekarang, dan sejak Ponpes Roudhotul Huda pada tahun 2011 lalu dimotori oleh Ust. Fairuzabadi Al Baha'i dan direstui oleh KH. Syaifudin sebagai tokoh masyarakat, kami terus berupaya menerapkan program yang dapat menunjang berbagai tuntutan global, seperti program wajib berbahasa asing (english & arab) setiap waktu dengan memanfaatkan kelebihan pesantren dengan sistem fullday. Untuk menunjang ketrampilan santri kami juga bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dari Dinas Sosial Kabupaten Pekalongan untuk memberikan berbagai pelatihan, diantaranya adalah ketrampilan service HP, kulkas, TV, pertukangan dan lain sebagainya.
Watusalam sendiri ditengah kehadiran ponpes ini cukup responsible mengingat kultur masyarakatnya memiliki tingkat religiusitas yang tergolong tinggi dalam hal keagamaan maupun pendidikan agama, baik itu formal maupun non formal. Dekade tahun 1990-an, desa ini memiliki banyak santri yang mondok di luar kota. Oleh karena itu sayang apabila potensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh desa Watusalam tidak dioptimalkan untuk membangun generasi yang akan meneruskan mereka nantinya.
Paling tidak ada dua alasan mengapa masyarakat di Watusalam memandang penting akan keberadaan pondok pesantren Roudhotul Huda di desa ini :
1.    Masyarakat desa Watusalam menjadikan Pondok Pesantren Roudhotul Huda ini tempat untuk memperdalam keilmuan setelah anak-anaknya selesai menempuh pendidikan di TPQ dan Madrasah Diniyah.
2.    Di Watusalam dan sekitarnya banyak terdapat sekolah formal mulai dari tingkat dasar dan menengah (SD/MI, MTs/SMP, SMK/SMA). Bagi para orang tua baik yang berasal dari Watusalam atau bukan, Pondok Pesantren ini memiliki fungsi balance sekaligus mendidik untuk mandiri sejak mereka masih bersekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar